Suka Banget!

Kemaren aku baca sebuah buku, tentang seorang pengidap sindrom Aspergen yang baru memiliki seorang adik. Adiknya lahir, dan ia menulis, kata nya: adik ku keren. Hebat.

"Dia masih bayi, tapi dia bertumbuh semakin lama semakin besar, dan bisa belajar ini itu sendiri." pada bagian tulisannya ini, aku tertegun. Saat membaca itu, aku sedang di perjalanan menuju luar kota. Melanjutkan hidup sebagai perantau, setelah beberapa hari boleh berkumpul bersama keluarga di rumah. Aku terkesiap saat menyadari satu hal: betapa aku sangat suka, bener-bener suka banget!!

Ternyata, aku suka banget dengan senyuman seseorang, dan aku baru sadar betapa aku sebenarnya sangat mencintai dia. Selama ini aku mengagumi bagaimana dia benar-benar sudah tumbuh dewasa, tanpa aku benar-benar tau gimana cara nya dia bisa seperti sekarang. Terakhir yang kuingat dia itu kecil banget, dan saat masih kecil ia kumarahi dengan banyak pernyataan konyol sok pemimpin. Dia cuma diam, tuh. Dia ga pernah banyak melawan. Aku sering berusaha memberi dia kenyamanan, meyakinkan dia kalo kami baik-baik aja, tanpa kondisi yang nyaman selayaknya orang lain di luar sana. Aku akan mengecup kening nya sebelum tidur, ketika aku sendiri juga ketakutan malam itu untuk menjaga rumah tanpa ada orang dewasa bersama kami. Aku sering mengajak dia beli sesuatu, makanan atau jajanan. Memang, sudah lama dia cuma bocah kecil di mata ku.

Beranjak remaja, tau-tau dia sudah jago sekali bahasa Inggris. Siapa sangka juga dia tau lagu The Spirit Carries On nya Dream Theater bahkan arti lirik nya. Aku malu saat menyepelekan dia, mengira dia ga tau maha karya seni yg satu itu. 

Aku beneran ngerasa, dia tiba-tiba jadi gede. Tinggi menjulang kek tiang listrik, ntahapa-apa. Sementara aku lama di bangku kuliah, masa SMP, SMA dia selesai loh! Mantulity. Ketika aku ngomong sesuatu, dia juga udah berani ngelawan!?#z%&y#x

2017

Momen pertama kali aku mendapat pekerjaan proper dengan digit gaji yang aduhai, beberapa kali kuikuti ajakan dia beli jaket atau celana di butik cowok gaul. Atau sekedar nongki, makan sok sok hedon beli ini itu. Kami sering berdiskusi, dengan nada bicara ku yang sok tahu. Pada momen itu dia masih sangat sering menanggapi ujaran-ujaran spontan ku dengan gelak tawa asli bukan buatan. Ketawa renyahnya bikin aku sedikit kegeeran, bahkan bangga sih bisa dibilang. Iya, aku sempat bangga jadi orang yg cukup absurd. Karna toh, adik laki-laki ku itu jadi ketawa. 

Bisa-bisa nya aku baru sadar, kalau aku suka banget dengan senyum nya. 

Membaca sepenggal kesaksian penulis buku Aspergen tadi tentang adiknya, membuat aku ingat kejadian tadi malam yang kualami. Karena aku akan pergi, aku mengeluarkan selembar uang yg sebenarnya gak gitu banyak. Lalu menyodorkannya ke adik ku, "nih". Dia sok diam kalem dingin menanggapi, tanpa menyambut uang nya. Tapi setelah aku goda dia sebentar, "oh lu gamau ni, ya baguslah." Seketika dia noleh ke arah ku, senyum nyengir, bilang dia mau. WKWKWK.

Asli, ternyata aku suka banget dengan senyum itu. Bikin nyandu.
Haduh... Kudu lebih semangat cari uang buat ngasih uang jajan ini mah ceritanya WKWKWK (2). 


Aku sempat vakum,
alias mempensiun-dinikan diri dari keluarga dan menjadi egois mengikuti kehendak ku sendiri. Aku ga suka dengan peran jadi anak sulung, sempat.
Kok ga ada yg nanya kabar ku, ya? Adik-adik mama papa, semua pada nitip pesan. Mereka datangi aku buat titip pesan ttg urusan mereka masing-masing ke satu sama lain, bukan nanya kabarku atau ya berurusan samaku. Aku muak, sambil capek tetep kujalani peran itu seperempat hati. Lalu menuntut mereka untuk jangan campuri urusan ku dan kabar hidupku. 

Sejak itu, aku dan adik laki-laki ku jadi canggung. Aku kecewa padanya, begitu juga dia kecewa pada ku. Iya, aku juga sangat kecewa pada diriku sendiri, karena ucapan dia benar "ternyata bahkan semua diskusi kita ttg Tuhan, lu sendiri cuma omong doang".
Basically, waktu itu aku emang cuma tau teori doang. Wajar dia kecewa. Tapi aku terus membela diri dgn bilang ke diri sendiri "terserahlah". Kuabaikan fakta bahwa sikap ku ga benar, dan kubiarkan juga keadaan terus awkward dan kacau tak harmonis tak terkendali.
Gelisah dan gak bahagia terus bercokot di hati ku.
Kadang ada masanya kami benar-benar ada waktu berkualitas bersama, yg dipaksa keadaan, seperti waktu natal atau saat dia butuh bantuan bikin kue ulangtahun buat pacarnya. Aku ada sedikit rasa haru yg lebay dan sedikit ketakutan, bahwa itu semua akan semakin hilang dengan sendirinya.

Ketika sekarang aku mengetikkan ini, ada banyak hal yg aku sadari, aku salah.
Puji Tuhan, aku sudah mengakuinya ke dia, hampir semuanya.
Tentang betapa aku ga bisa jadi teladan sebagai kakak dan udah mengabaikan dia juga keluarga karna merasa jadi korban di keluarga.
Nggak kusangka, setahun berlalu sejak hari itu, dan sekarang aku dapet kesadaran yg baru. Tentang betapa berharganya senyuman adik kecil ku yang satu itu. Tentang ketawanya dan kekonyolan kami sebagai saudara. Terutama saat aku jadi alasan dia tertawa, betapa aku super duper sangaaaat suka bangeeet itu semuaaa. 



No comments:

Tinggalkan jejak di rumah saya! ^_^

Powered by Blogger.